Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam sejahtera bagi hamba-hamba Allah, semoga diberi Berkah dalam kehidupannya dan diberi Rahmat bagi semua hamba Allah yang membuka halaman ini

Profil Masjid

Jumat, 30 April 2010

kisah muallafnya Cahyono



Kebiasaan Ikut Puasa di Bulan Ramadhan, Mengukuhkan Keinginan Cahyono untuk Memeluk Islam

"Sebelum masuk Islam, saya sering ikut puasa Ramadhan," kata Cahyono H. Muhammad Cahyono (54 tahun), salah satu pelawak senior, mengaku sudah merasakan kenikmatan berpuasa di bulan suci Ramadhan seperti layaknya seorang muslim, sejak ia belum masuk Islam.

"Dengan berpuasa kita dapat menjaga hawa nafsu, amarah, dan pada saat berbuka puasa itu rasanya indah sekali, padahal waktu itu saya belum muslim," ujarnya membuka perbincangan dengan eramuslim di sela kesibukannya shooting, di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Cahyono, anggota group lawak Jayakarta yang tenar di era tahun 80'an mengaku sering mendapat teguran dari sahabatnya, ketika menjalankan puasa dengan status belum menjadi seorang muslim.

"No, kamu percuma saja puasa cuma dapat lapar dan haus saja, soalnya kamu bukan muslim," kata Cahyono menirukan ucapan sehabatnya saat itu. Namun dirinya tidak mengindahkan teguran tersebut dan hanya menjawab, "Tidak apa-apa, biar saja, saya merasa nikmat kok."

Selanjutnya, selama dua tahun Ramadhan sebelum mengukuhkan diri masuk Islam Cahyono selalu menjalankan puasa Ramadhan, meskipun tidak satu bulan penuh.

Cahyono merasa dengan berpuasa dirinya belajar dan mengenal apa itu agama Islam dan dia merasakan nikmatnya menjadi lengkap setelah memutuskan memeluk agama Islam pada tahun 1992.

"Wong masih kafir saja sudah merasa nikmat, apalagi setelah Islam, betul-betul pengendalian," tandas Cahyono, yang rajin menjalankan ibadah sholat sunnah selain sholat wajib ini.

Ketika ditanya apakah kebiasaan berpuasa yang menjadi latar belakang dirinya memutuskan memeluk Islam. Cahyono mengungkapkan bukan karena itu saja, yang mendorongnya untuk menjadi seorang Muslim, tapi keyakinannnya akan kebenaran Islam.

Sejak tahun 1987, ia sudah melakukan studi banding antara al-Qur'an dengan Injil. Dan sampailah ia pada kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang benar. "Best of the Best al-Qur'anul Karim," lanjut pria kelahiran Banyuwangi 26 Desember 1951 yang mengaku tak berat lagi menjalankan puasa saat pertama kali menjadi mualaf.





Cahyono sangat bersyukur dengan ke-Islamannya saat ini. Menurutnya orang yang paling kaya adalah orang yang bisa menikmati dan mensyukuri sesuatu, termasuk menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.

Ditanya soal persiapannya untuk bulan Ramadhan tahun ini, ia menyatakan persiapan Ramadhan sudah dilakukannya sejak bulan Rajab dengan memperbanyak puasa dan berdoa kepada Allah, agar dipertemukan dengan Ramadhan kembali.

"Ya Allah, berikanlah umur panjang supaya aku dapat bertemu dengan Ramadhan tahun ini," doanya. Doa seperti itu selalu ia panjatkan ketika bulan Ramadhan akan segera berakhir, bahkan terkadang sampai bercucuran air mata karena harus kehilangan bulan pengampunan itu.

Cahyono menyatakan, target Ramadhan kali ini adalah makin meningkatkan kadar keimanan, ilmu agama, baca al-Qur'an dan berdakwah keliling masjid harus dapat dilakukannya pada Ramadhan tahun ini.

"Ramadhan kemarin saya cukup sibuk, Insya Allah semua tempat sudah terjelajahi dari Kalideres sampai Kalimalang, termasuk Jawa Timur," ujar Cahyono sambil tertawa bahagia.

Soal targetnya hidupnya di masa depan sebagai seorang Muslim, dengan nada lirih Ia mengatakan ingin meng-Islamkan orang Islam, karena banyak orang Islam yang hatinya belum Islam.

"Saya suka sedih, Islam itu kan nikmat tetapi kadang orang Islam tidak bisa menikmatinya," tegasnya prihatin. Kondisi seperti itu membuat hatinya sangat trenyuh.

Bulan Ramadhan merupakan kesempatan emas untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya dan meraih cintanya Allah. Oleh karena itu Cahyono mengajak seluruh umat Islam untuk menjadi Muslim yang kaffah, Muslim yang sempurna secara keseluruhan.

Baginya bulan puasa adalah bulan perjuangan, kesempatan emas untuk meraih rahmat dari Allah. Kepada seluruh umat Islam Cahyono berpesan jadikan Ramadhan ini seakan-akan yang terakhir, siapa tahu kita tidak bisa dengan Ramadhan yang akan datang.

"Marilah kita bertobat, minta ampun, merebut cintanya Allah dan kesempatan emas dalam Ramadhan yang penuh rahmat," ajaknya menutup perbincangan dengan eramuslim. (eramuslim )

Rabu, 28 April 2010

10 Tanda Wanita Sholehah



  1. Wanita muslimah meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, Muhammad adalah nabinya dan Islam adalah agamanya, dan menampakkan jejak keimanan dalam perkataan, amalan dan keyakinan. Maka ia selalu menjauhi murka Allah, takut akan pedihnya azab Allah dan balasan akibat menyelisihi perintah-Nya.
  2. Wanita muslimah selalu menjaga sholat-sholat wajibnya, berwudlu, menjaga kekhusyukan dan ketepatan waktu melaksanakan sholat. Janganlah menyibukkan diri dengan aktivitas yang lain ketika datang waktu sholat. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang memalingkan dari ibadah kepada Allah. Ia pun menampakkan atsar (bekas) sholatnya dalam peri kehidupan , karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sholat adalah penjaga terbesar dari kemaksiatan.
  3. Wanita muslimah selalu menjaga hijabnya (mengenakan jilbab) merasa mulia dengan hal tersebut dan dia tidak keluar dari rumah kecuali dalam kondisi berjilbab, dengan jilbab tersebut bertujuan agar Allah menjaganya. Ia pun bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan, menjaga dan mengehendaki terjaganya kesuciannya dengan jilbab.
" Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anakmu dan wanita beriman agar mereka mengenakan jilbab-jilbab mereka."
(al ahzaab: 59)
  1. Wanita muslimah selalu mentaati suaminya, bersikap lembut, cinta, mengajaknya kepada kebaikan, menasehati dan menghibur suaminya. Ia tidak mengeraskan suara dan kasar dalam berbicara kepada suaminya. Rasulullah bersabda,
'apabila seorang wanita menjaga shalat lima waktunya, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya niscaya ia akan masuk surga. (Hadis Shahih jami')
  1. Wanita muslimah senantiasa mendidik putranya untuk taat kepada Allah, mengajarinya dengan aqidah yang benar, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi maksiat dan akhlaq yang buruk, firman Allah,
'wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka'. (At tahrim: 6)
  1. Wanita muslimah tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Sabda Rasulullah,
'barangsiapa wanita yang berdua-duaan dengan laki-laki, maka setan yang ke-3 nya'.
Dan wanita muslimah tidak bepergian jauh kecuali untuk keperluan yang tidak bisa ditinggalkan dan disertai mahram dengan berjilbab.
  1. Wanita muslimah tidak berpenampilan atau berdandan seperti kaum laki-laki. Sabda Rasulullah,
'Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.' (Hadis shahih)
Wanita muslimah juga tidak meniru orang-orang kafir dalam kekhususan dan kebiasaan mereka,
"barang siapa yang bertasyabuh (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum tersebut" (hadis shahih)
  1. Wanita muslimah adalah da'iyah (orang yang berdakwah) dibarisan kaum wanita dengan menggunakan perkataan yang baik melalui jalan menziarahi tetangganya , menyambung persaudaraan, melalui telpon, memberikan buku-buku dan kaset-kaset Islam. Ia pun beramal dengan apa yang ia ucapkan dan bersemangat dalam menghindarkan diri dari adzab Allah,
'kalau Allah menghidayahi seseorang melalui perantara kamu maka hal tersebut lebih baik bagimu dari pada binatang ternak yang merah (harta dunia yang banyak). (HR. bukhari dan muslim).
  1. Wanita muslimah menjaga hatinya dari kerancuan dan hawa nafsu , menjaga pandangannya dari pandangan-pandangan yang haram, menjaga telinganya dari hal-hal yang melalaikan dari dzikrullah, ini semua yang dinamakan dengan taqwa,
'malulah terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, barang siapa yang malu dengan sebenar-benarnya maka jagalah kepalanya dan apa yang ada didalamnya, dan jagalah perutnya serta yang ada didalamnya, ingatlah kematian dan musibah, barang siapa yang menghendaki akhirat hendaknya ia meninggalkan (tidak cinta) perhiasan-perhiasan dunia, barang siapa berbuat demikian niscaya sikap malunya kepada Allah benar. (Hadis Shahih Jami')
  1. Wanita muslimah tidak menyia-nyiakan waktu siang maupun malamnya untuk perbuatan yang tidak ada gunanya, atau melewatkan masa mudanya hilang dengan percuma,
'tinggalkanlah mereka yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan kesia-siaan'. (Al An'am: 70)
Allah berfirman tentang orang yang menyia-nyiakan umurnya ,
'alangkah meruginya diri kami dari apa yang telah kami tinggakkan' .
(Al An'am: 31)


Wahai muslimah laksanakanlah nasehat-nasehat ini niscaya engkau akan jaya di dunia dan di akhirat.

Budaya Suap


Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan bahkan sangat diharamkan dalam ajaran Islam adalah suap. Suap berarti memberi sejumlah harta benda kepada pihak yang berwenang (pelaku birokrasi) yang mana dengan tanpa pemberian tersebut hal itu memang sudah menjadi kewajibannya yang harus ditunaikan.
Hukum suap menjadi sangat diharamkan jika tujuannya adalah memutarbalikkan yang batil menjadi benar atau membenarkan kebatilan atau menganiaya seseorang.
Sedang menurut Ibnu Abidin bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu memutuskan sesuatu hal yang memihak kepadanya atau agar ia memperoleh keinginannya (dengan pemberian tersebut-pent).
Sesuatu yang diberikan itu adakalanya berupa harta benda, uang atau apa saja yang bermanfaat bagi si penerima sehingga keinginan penyuap tersebut dapat terwujud.
Suap termasuk salah satu dosa besar yang diharamkan Allah Subhannahu wa Ta'ala atas hamba-hamba-Nya, dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam pun melaknat pelakunya. Kita wajib menjauhi dan waspada terhadapnya serta memberi peringatan kepada orang-orang yang melakukannya karena suap mengandung kejahatan dan merupakan dosa besar serta berakibat sangat buruk. Allah Subhannahu wa Ta'ala melarang kita untuk bekerjasama dalam dosa dan pelanggaran. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al Maidah: 2)
Allah Subhannahu wa Ta'ala juga melarang kita memakan harta orang lain dengan cara yang batil, sebagaimana firman-Nya:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu menge-tahui." (Al Baqarah: 188)
Suap termasuk cara paling buruk dalam memakan harta orang lain dengan jalan batil, karena ia memberi uang kepada oran lain (secara tidak semestinya) dengan maksud untuk menghalangi kebenaran.
Pengharaman suap meliputi 3 unsur yaitu: Penyuap, yang disuap dan perantara dari keduanya, sebagai-mana sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam :
"Allah Subhannahu wa Ta'ala melaknat penyuap, yang disuap dan perantara dari keduanya." (HR. Ahmad dan Thabrani)
Laknat Allah Subhannahu wa Ta'ala itu berarti diusir atau dijauhkan dari limpahan rahmat-Nya. (Naudzubillahi min dzalik) dan ini hanya terjadi pada perbuatan dosa besar. Suap merupakan perbuatan buruk dan diharamkan Al Qur'an dan As Sunnah. Dan sungguh Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengancam dan mencela orang-orang Yahudi karena memakan yang haram, sebagaimana firman-Nya:
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram." (Al Maidah: 42)
Begitu juga firmanNya:
"Dan kamu akan melihat keba-nyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu." (Al Maidah: 62-63)
Terdapat banyak hadits yang memberikan peringatan dari perbuatan yang haram ini dan menerangkan akibat buruk bagi pelakunya, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam , beliau bersabda:
"Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas baginya."
Kemudian ditanyakan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam : "Apakah barang yang haram itu?"
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam menjawab: "Suap dalam proses hukum."
Diriwayatkan dari Imam Ahmad dari Amr bin Ash Radhiallaahu anhu berkata: Saya men-dengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala itu Baik, tidak mau menerima kecuali baik dan sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala menyuruh orang-orang mukmin sebagaimana menyuruh kepada para rasul.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfiman:
"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. (Al Mukminun : 51)
Dan Dia berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu." (Al Baqarah: 172)
Kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam menuturkan cerita seorang laki-laki yang datang dari tempat yang jauh, rambutnya tidak terurus dan badannya penuh debu sambil menadahkan tangannya ia mengucapkan: Ya Rabbi, Ya Rabbi, sedang makanannya haram, minuman-nya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.
Wahai kaum muslimin, bertaqwalah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, jauhilah murka-Nya dan yang menyebabkan kemarahan-Nya. Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala sangat cemburu jika dilanggar larangan-larangan-Nya. Disebutkan dalam hadits shahih:
Tidak ada yang lebih pencemburu selain Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Kemudian hindarkanlah dirimu dan keluargamu dari harta yang haram dan memakan yang haram, agar kamu dan keluargamu selamat dari api neraka yang dijadikan Allah Subhannahu wa Ta'ala lebih pantas ditempati bagi setiap daging yang tumbuh dari yang haram.
Sesungguhnya makanan yang haram menjadi sebab terhalang dan tidak terkabulnya do'a. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah. Thabrani juga meriwa-yatkan dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu ia berkata: Dihadapan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam dibacakan ayat:
"Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." (Al Baqarah: 168)
Kemudian Sa'ad bin Abi Waqash berdiri dan berakta: Ya Rasulullah, berdo'alah Anda kepada Allah agar Dia menjadikan aku orang yang selalu dikabulkan bila berdo'a. Lalu Nabi n menjawab:
"Wahai Sa'ad, bersihkanlah isi perutmu, niscaya engkau menjadi orang yang selalu dikabulkan do'anya, demi jiwa Muhammad yang berada digeng-gamanNya, sesungguhnya seseorang yang menelan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala tidak akan menerima ibadahnya selama empat puluh hari. Dan hamba mana saja yang daging (tubuhnya) tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas baginya. (Dikutip oleh Al Hafizh Ibnu Rajab dalam Kitab Jami'ul Ulum wal Hikam yang diriwayatkan oleh Thabrani).
Hadits di atas menerangkan bahwa tidak memilih makanan yang baik dan halal menyebabkan do'a seseorang terhalang, tidak sampai kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, dan cukuplah ia mendapat kesusahan dan kerugian. (Na'udzu billahi min dzalik)
Ketahuilah, sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala menyeru agar menjauhkan diri dari neraka dan dari siksa-Nya yang pedih, sebagaimana firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahrim: 6)
Wahai kaum muslimin, sambutlah seruan Allah, taatilah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya, waspada ter-hadap hal-hal yang menimbulkan murka-Nya, pasti kita semua akan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al Anfaal: 24-25)
Hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala lah tempat kita meminta, semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mendengarkan firman-Nya, kemudian mengikutinya, dan termasuk orang-orang yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, senantiasa berpegang teguh dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Dan semoga Dia melindungi kita dari kejahatan jiwa kita dan keburukan perbuatan kita. Semoga Dia senantiasa menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, serta memberikan taufiq kepada pemimpin-pemimpin kita yang membawa kebaikan bagi rakyat dan negara. Sesungguhnya Dialah Pelindung dan Yang Maha Kuasa atas segalanya. (Bintu Abiha )
Dikutip dari buletin terbitan Daarul Wathan Riyadh judul Ar Risywah, Risalah Terbuka, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.

Akhlak

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (Al qalam : 4).
Adakah orang yang tidak menyukai perhiasan ? jawaban pertanyaan ini jelas, bahwa tidak ada seorangpun melainkan ia menyukai perhiasan dan senang untuk tampil berhias di hadapan siapa saja. Karena itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya. Ada yang lebih mementingkan perhiasan dhahir (luar) dengan penambahan aksesoris seperti pakaian yang bagus, make up yang mewah dan emas permata, sehingga mengundang decak kagum orang yang melihat. Adapula yang berupaya memperbaiki kualitas akhlak, memperbaiki dengan akhlak islami.

Yang disebut terakhir ini tentunya bukan decak kagum manusia yang dicari, namun karena kesadaran agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kalaupun penampilannya mengundang pujian orang, ia segera mengembalikannya kepada Allah karena kepunyaan-Nyalah segala pujian dan hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.

ISLAM MENGUTAMAKAN AKHLAK

Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awwam, seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga tidak pedulian…”, dan lain-lain.

Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.

RASUL DIUTUS UNTUK MENYEMPURNAKAN AKHLAK

Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya). 

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan : “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau mengapa engkau tidak mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma disebutkan : “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

KEUTAMAAN AKHLAK

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat rashulullah pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).

Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).

Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambilakhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.

Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.

Selasa, 27 April 2010

Solidaritas dan Saling Menasehati

Api peperangan di lembah Badr telah padam. Perang ini berakhir dengan kemenangan Dienul Haq (agama yang benar) atas Dienul Kufr. Sejumlah 14 mujahid muslimin syahid; 6 orang dari pihak Muhajirin, sisanya 8 orang dari pihak Anshar. Di lain pihak sebanyak 70 orang tentara musyrik Makkah ditawan, dan 70 orang lainnya tewas. Kebanyakan dari mereka adalah para pemuka dan pembesar Makkah.
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab hidup dalam sistem 'ashabiyyah yang fanatik terhadap qabilah (suku) dan keturunan. Hubungan mereka kepada suku dan keturunan adalah hubungan hidup dan mati. "Bela saudaramu salah atau benar", itulah semboyan mereka yang diterjemahkan secara harfiah. Hidup dan mati mereka dipersembahkan untuk menjaga kehormatan dan keber-langsungan suku dan keturunan. (Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury, Ar-Rahiqul Makhtum, hal. 45)
Dan di perang Badr ini (Ramadhan 2 H), perang pertama dalam sejarah perjalanan Islam, justru mereka –orang-orang Muhajirin Makkah khususnya- berperang melawan saudara, keturunan dan suku, bahkan ada yang berperang melawan ayah, paman atau anaknya sendiri, yang berbeda aqidah. Umar bin Al-Khaththab membunuh pamannya, 'Ash bin Hisyam yang kafir. Abu Bakr berperang melawan anaknya, Abdur-rahman yang ketika itu belum memeluk Islam.
Lain lagi kisah antara Mush'ab bin Umair dan saudara kandungnya, Abu Aziz bin Umair.
"Perkuat ikatannya, ibunya adalah orang yang kaya raya. Siapa tahu ia akan menebus anaknya dengan tawaran yang mahal", pinta Mush'ab kepada orang Anshar yang menawan Abu Aziz sebagai tawanan perang Badr.
"Beginikah caramu memperlakukan saudara kandungmu?' tanya Abu Aziz heran. "Kamu bukan saudaraku. Tapi orang yang menahanmu itulah sauda-raku," jawab Mush'ab (wafat 3 H) dengan tegas.
Islam telah merajut tali persaudaraan antara sesama pemeluknya tanpa mengenal batas hubungan darah, warna kulit, status sosial dan batas negara. Dan hal tersebut telah dipraktikkan secara sempurna oleh generasi pertama Islam, para sahabat Nabi `.
Ukhuwah dan Solidaritas
Rasa ukhuwah (persaudaraan) yang dilahirkan Islam buat pemeluknya telah melahirkan sifat solidaritas sosial yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Muslim dan dalam peradaban manusia. Al-Qur'an mengabadikan realitas tersebut.
"Dan mereka (orang-orang Anshar) mengutamakan (Orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)" (Al-Hasyr: 9).
Seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasalam , tulis Ibn Katsir ketika menafsirkan ayat di atas tadi di dalam tafsirnya.
"Ya Rasulullah, saya sedang tertimpa kesusahan" kata orang tadi mengadu-kan nasibnya. Si lelaki tadi disuruh mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wasalam . Namun, ia tidak menemukan bantuan karena mereka juga tidak punya.
"Adakah seseorang yang mau menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmatinya" seru Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  kepada para sahabatnya.
"Saya ya Rasulullah" jawab Abu Thalhah, orang Anshar menyanggupi.
"Ini tamu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , sediakan semua jamuan untuknya dan jangan disisakan" pinta Abu Thalhah kepada istrinya setelah ia tiba di rumah. "Tapi kita tidak punya makanan apapun kecuali makanan untuk anak-anak", jawab istrinya masygul.
"Jika anak-anak minta makan ajaklah tidur, kemudian kamu ke sinilah lalu matikan lampu, dan biarlah kita sekeluarga lapar malam ini". Di kala pagi Abu Thalhah bertemu Rasulullah, lalu beliau bersabda: "Allah merasa kagum (atau tertawa) kepada dia dan isterinya", kata Rasulullah ` memuji. (HR. Al-Bukhari)
Islam telah mengikrarkan bahwa sesama Muslim adalah bersaudara. "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara" (Al-Hujurat: 10).
Ayat ini telah meletakkan dasar keimanan sebagai tali pengikat rasa ukhuwah. Perbedaan warna kulit, suku, bangsa dan status sosial telah disatukan Islam dalam kerangka Iman. Islam memprioritaskan seseorang berdasarkan status taqwanya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu" (Al-Hujuraat: 11).
Rasa ukhuwah yang tumbuh pada setiap jiwa orang mukmin merupakan nikmat Allah yang perlu diingat (disyukuri). Ukhuwah di dalam Islam mempunyai arti tersendiri. Penyebutan ukhuwah -sebagai suatu nikmat- didahulukan dari penyebutan diselamat-kannya orang-orang yang beriman dari neraka (lihat QS. Ali Imran: 103).
Rasa ukhuwah akan tumbuh subur jika sifat ananiyah (mementingkan diri sendiri), dan cinta dunia dikubur dalam-dalam. Untuk menghilangkan sifat ananiyah, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  menjadikan rasa cinta kepada sesama Muslim sebagai bentuk kesempurnaan Iman.
"Tidak (sempurna) iman seseorang hingga ia menginginkan bagi saudaranya apa yang ia inginkan untuk dirinya".(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan nilai-nilai keduniaan yang akan menjadi penghambat tumbuhnya rasa ukhuwah akan sirna jika manusia melihat dan merenungi asal-usulnya, dan menyadari bahwa kemuliaan yang hakiki di sisi Allah dinilai dari sisi ketaqwaannya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam  bersabda:
"Wahai manusia, Tuhan kalian satu, dan bapak kalian satu, kalian berasal dari Adam, dan Adam dari tanah. Sesungguh-nya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan bangsa Arab atas bangsa lain, tidak pula bagi bangsa lain atas bangsa Arab, tidak ada keutamaan bagi kulit merah atas kulit putih dan bagi kulit putih atas kulit merah, melainkan dengan takwanya." (HR. Ahmad).
Rasa ukhuwah berwujud dalam bentuk solidaritas sosial. Solidaritas sosial di kalangan umat muslimin ada dua macam; dalam arti moral dan material. Solidaritas dalam arti material terdiri dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, perasaan ikut mengalami kesusahan yang diderita oleh anggota masyarakat, kesediaan untuk membantu memperjuangkan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan standar hidup masyarakat, dan pelayanan terhadap seluruh anggota masyarakat dalam hal-hal yang menguntungkan mereka.
Sedangkan solidaritas sosial dalam arti moral diwujudkan dalam bentuk kemauan untuk mengajak sesamanya untuk mengakui dan mengikuti kebenar-an serta menjauhi segala kemungkaran -al amru bil ma'ruf wannahyu 'anil munkar-.
Ukhuwah sejati adalah ukhuwah yang dibina atas dasar keimanan. Rasa ukhuwah yang dibangun bukan atas dasar iman –entah itu kepentingan pribadi atau kelompok- hanya akan langgeng jika aspek yang menguntungkan kepentingan tadi ada. Tanpa dasar keimanan, persaudaraan hanya akan menjadi sarana untuk meraih kepen-tingan duniawi, tak lebih dari itu.
Berukhuwah dan Saling Menasihati
Termasuk dari lima orang pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar (wafat 13 H). Abu Bakar adalah teman dekat Nabi shallallahu alaihi wasalam . Keduanya telah lama berteman jauh sebelum Nabi diangkat menjadi Nabi & Rasul. Dan lewat persahabatan, Abu Bakar meng-Islamkan Usman bin Affan (wafat 40 H), Zubair bin Awwam (wafat 36 H), Abdurrahman bin Auf (wafat 34 H), Sa'd bin Abi Waqqas (wafat 55 H) dan Thalhah bin Ubaidillah (wafat 36 H). Di sini Abu Bakar menggunakan hubungan persahabatan untuk menyebarkan Islam kepada teman-temannya yang dikenal kepribadiannya dengan baik.
Menasehati teman (seseorang) yang telah dikenal baik, kemungkinan untuk diterima lebih besar. Nasehat tidak mesti harus diterima, kadang bahkan tidak diterima sama sekali. Diperlukan waktu dan pengulangan nasihat agar dapat diterima –jika Allah menghendaki. Al-Qur'an dan Al-Hadits pun menggunakan bahasa 'pengulangan' untuk suatu perintah (baca: nasihat) tertentu.
Allah mengulang-ulang ayat yang artinya "maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan" seba-nyak 30 kali dalam satu surat (Ar-Rahman: 55). Tentunya ayat tersebut dilatarbela-kangi dengan hal yang tidak sama. Ikhlas dan mutaba'ah (mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : berilmu) adalah syarat mutlak menasihati. Nasihat adalah imad (tiang) agama. (HR Muslim).
Jaga muru'ah (kehormatan) dan harga diri dengan memberi nasihat sesuai apa yang kita kerjakan. Bercerminlah sebelum menasihati. Orang akan mencibir dan mencemooh terhadap orang yang mengatakan apa yang tidak diperbuatnya. Allahpun amat benci terhadap orang yang bersifat seperti itu.(Ash-Shaff: 3). Meniru matahari yang selalu menerangi alam raya tanpa harus memusnahkan dirinya, rasanya lebih bijaksana daripada menjadi sebatang lilin yang menerangi sebidang ruang gelap tapi dengan membakar diri sendiri. Wallahu a'lam

Senin, 26 April 2010

Wanita, Cinta dan Naluri Seks



Realita yang ada pada generasi muda muslim pada masa sekarang ini, secara mayoritas sedang terbuai dengan ribuan jaring kemungkaran modernisasi, seperti perzinaan dengan berbagai modelnya, namun justru ia sering dijadikan standar kemajuan dan globalisasi.
Seks yang merupakan fitrah dan karunia Allah Ta'ala berubah fungsi menjadi ajang komoditi mencari keuntungan sebesar mungkin. Norma-norma yang berlaku di dalam tata kehidupan tidak lagi menjadi pegangan. Pupusnya rasa malu kaum Hawa terlihat pula dari turut andilnya mereka menanam saham kebatilan di bidang sandang. Mode-mode pakaian yang dililitkan ke tubuhnya sudah begitu jauh dari tuntunan syari'at. Padahal Allah Ta'ala berfirman:
"Hai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anakmu yang perempuan dan orang-orang perempuan yang beriman, supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu supaya mereka tidak diganggu, dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab: 59).
Bila ayat ini masih dianggap belenggu yang merantai kebebasan kaum Hawa, maka dapatlah dipastikan, hujan birahi pun tak kan terelakkan, hingga dengan mudahnya kita saksikan jutaan perempuan bergentayangan di jalan-jalan, dan mempersilakan auratnya disapu mata sembarang orang. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam riwayat Imam Muslim bersabda, artinya: "Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wangi Surga, padahal wangi Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian."
Sebab meskipun berpakaian, pada hakikatnya mereka telanjang. Ironinya, setiap hari kita selalu dihadapkan kepada permasalahan di atas, yaitu urusan kelamin (seksualitas). Kemana-mana kita terganggu oleh rayuan perempuan, wajahnya, lenggak-lenggoknya, suaranya, semuanya penuh magnit dan daya tarik.
"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik." (Ali Imran: 14).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Tidaklah ada suatu cobaan yang terjadi sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yang melebihi bahayanya cobaan yang berhubungan dengan soal wanita". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqqin menyatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta, yaitu:
  1. Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai oleh kekasihnya.
  2. Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut.
  3. Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Dengan kelengkapan ketiga faktor cinta yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim tersebut, maka terbuktilah tali percintaan, dan akan menjadi lemah jika terdapat kekurangan dari ketiga faktor itu. Hal ini diakui oleh Islam dan oleh semua pihak yang menentang Islam. Tapi Islam membedakan antara cinta dan seks sebagai nafsu. Cinta adalah mawaddah wa rahmah, sedang nafsu seks sebagai naluri adalah nafsu syahwat. Keduanya hanya bisa bersatu dalam perkawinan, karena berseminya cinta yang terjadi sesudah pernikahan adalah cinta yang dijamin oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 21, artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, bahwa Islam tidak mengenal percintaan sebelum perkawinan yang sah, apalagi dengan pengumbaran nafsu syahwat, sehingga menjadi naluri dan cenderung mengajak pada perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah Ta'ala, sebagaimana telah termaktub dalam Surat Yusuf ayat 53, artinya: "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ibnul Qayyim berkata: "Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya."
"Bohong!", itulah komentar sinis mereka guna membela nafsu syahwatnya, untuk melegimitasi percintaan secara haram. Bahkan lebih parah lagi, mereka berani bersumpah, cinta yang dilahirkan bersama sang kekasih adalah cinta suci, bukan cinta birahi dan syaithani. Padahal yang dijaga dalam Islam bukanlah semata-mata perihal kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja, tetapi lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan sekujur anggota tubuh. Bahkan kesucian  hati juga wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan bukan mahramnya, zinanya hati adalah membayangkan dan mengkhayal, dan zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya.Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Telah ditulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina yang akan ditemui dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Zinanya mata adalah melihat, zinanya telinga adalah mendengar, zinanya kaki adalah berjalan, dan zinanya hati adalah keinginan dan berangan-angan, dan semua itu dibenarkan atau didustakan oleh kelaminnya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
 
Namun jaring-jaring cinta di luar perkawinan telah meninabobokkan manusia dalam tali asmara. Asmara yang bergejolak menuntut keintiman dan kesyahduan, sehingga cinta buta menjadi mahar yang menghalalkan hubungan kelamin kisah kasih dua insan yang berlainan jenis.
Untuk itu dalam menghadapi semua ini, hendaklah kita senantiasa berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, di antaranya adalah:

A. Menjaga Pandangan Mata

Memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada pria atau wanita yang bukan mahramnya, dan jangan memandangnya berulang-ulang. Hal ini diatur oleh Allah dan RasulNya agar kita dapat mengendalikan mata sebagai panca indera yang sangat peka terhadap seks. Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Katakan-lah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata (terhadap wanita) dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan, dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya." (An-Nur: 30-31).
Tapi ada pula memandang untuk suatu keperluan yang diperbolehkan, seperti dalam pengobatan, peminangan dan segala sesuatu yang telah disyari'atkan dalam Islam. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, artinya:
"Dari Mughirah bin Syu'bah, bahwa ia hendak menikah dengan seorang wanita, Nabi bertanya, 'Sudahkah kamu melihatnya?', 'Belum', jawabnya, lalu Nabi bersabda, 'Lihatlah ia, sesungguhnya dengan melihatnya lebih menenteramkan hati kamu berdua'." (HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

B. Menjauhi Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas pasti menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Hal ini bisa dilihat di barat, yang meng-agungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk dalam seks. Kini mereka menjerit, angka perceraian sangat tinggi, setiap menit terjadi tindak perkosaan dan pranata pernikahan diragukan, terjadilah dekadensi moral dan tersebar berbagai penyakit kelamin.
Allah Ta'ala membuat rambu-rambu pergaulan laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dalam firmanNya:
"Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra': 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad).
Apalagi halnya sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
A'isyah radiallahu anha berkata: "Tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan di dalam bai'at, bai'at Rasulullah dengan mereka adalah berupa ucapan." (HR. Al-Bukhari)


persepsi kita

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.
Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu, ” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.
Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

***
Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka ada peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap “bangunan jiwa” yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan kita karena anak adalah salah dari amal jariah kita.



wassalam

tentang kita

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!
Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit namun betapa singkatnya kalau kita melihat film.
Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar/teman tanpa harus berpikir panjang.
Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa.
Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Al-qur'an tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun lebih senang berada di shaf paling belakang ketika berada di Masjid.
Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama30 hari ketika berpuasa.
Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu; namun betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saat terakhir untuk event yang menyenangkan.
Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam Al Qur'an; namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.
Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci Al Quran.
Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya atau berpikir, atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.
Betapa kita dapat menyebarkan seribu lelucon melalui e-mail, dan menyebarluaskannya dengan FORWARD seperti api; namun kalau ada e-mail yang isinya tentang Kerajaan Allah betapa seringnya kita ragu-ragu, enggan membukanya dan membagikannya, serta langsung klik pada icon DELETE.
Sahabat, sy percaya anda bisa untuk maju dan memulai hari menjadi lebih baik. Sehinggga kita dapat menjadi tetangga di surga nanti

Amin

Ahlan wasahlan

Alhamdullilah , segala pujian hanya untuk Allah SWT.
karena berkah-NYA sehingga dapat juga kami membuat blog ini walaupun masih dalam taraf belajar
sehingga perlu banyak masukan dari semua pihah yang peduli akan majunya Islam di seluruh dunia ini.

Salam Perubahan

Wassalam